CARA MENANAM RUMPUT ODOT
Rumput gajah odot merupakan tanaman dalam spesies yang sama dengan rumput gajah yang biasa kita temui. Perbedaannya terletak pada tingginya dan jarak ruasnya. Tanaman ini cukup pendek sehingga sering dinamakan pula dwarf napier (rumput gajah cebol). Jarak antar ruas hanya 1-4 cm, sedangkan pada jenis lain bisa 10-12 cm.
Faktor ketersediaan pakan hijauan menjadi salah satu penentu utama untuk mendongkrak populasi ternak Ruminansia. Di tengah melonjaknya harga daging, usaha beternak sapi, domba dan kambing, budi daya rumput odot diharapkan mampu menambah pasokan kebutuhan daging secara domestic.
Sejak beberapa tahun lalu, penyediaan pakan hijauan secara mandiri sudah dilakukan, baik di lahan sendiri maupun menumpang di lahan kehutanan negara dan perkebunan. Ini terutama setelah rumput gajah sudah cukup memasyarakat dan menjadi salah satu andalan utama pasokan pakan hijauan ternak.
Namun, sejak setahun terakhir ada terobosan baru dalam penyediaan sumber pakan hijauan bagi ternak ruminansia. Di kabupaten Garut, Bogor, Subang, Ciamis dan Cianjur mulai dikembangkan pakan hijauan ternak dari rumput odot. Jenis rumput ini dinilai lebih mampu di cerna dan efisien bagi berbagai hewan ruminansia.
Dari bentuk fisik, rumput Odot memiliki batang yang pendek dan lunak sehingga memudahkan penanganan, pemeliharaan dan pemanenan. Tinggi rumput ini sekitar 40-75 cm, sehingga tak terlalu tinggi dibandingkan dengan rumput gajah.
Rumput odot nama aslinya rumput mott atau dikenal juga rumput gajah kerdil atau gajah kate. Secara agronomis, rumput ini tergolong unggul. Rumput ini pada awalnya dikembangkan di Florida Amerika Serikat. Namun di masyarakat Sunda menyebutkanya rumput odot, nama yang diambil dari nama orang yang memasukan jenis rumput ini ke Indonesia.
Dari kelompok peternak, penggunaan rumput odot sudah digunakan oleh kelompok Barokah di Kab. Bogor sejak 3,5 tahun terakhir, untuk usaha peternakan sapi potong, domba dan kambing. Cara ini sudah diikuti pula oleh sejumlah kecil kelompok peternak lainnya, sehingga tidak lagi memerlukan rumput Gajah.
Ketua kelompok Barokah, Bangun Dioro mengatakan dengan penggunaan rumput odot, para peternak akan memperoleh banyak efisiensi. Apalagi dalam pembudidayaan rumput odot, para peternak akan memperoleh banyak efisienasi. Apalagi dalam pembudidayaan rumput odot, rumput ini mudah tumbuh meski dibawah naungan. Tanaman ini lebih tahan 40-50 persen hidup dibawah naungan pohon laindibandingkan dengan rumput gajah.
Efisiensi yang dimaksud Bangun adalah, dalam pemberian pakan hijauan dari rumput odot untuk sapi dan domba sama-sama mencapai 100 persen terdiri atas rumput odot, sedangkan sisanya dari makanan jenis lain.
“Kelebihan lainnya dalam penggunaan rumput odot untuk pakan, peternak tak perlu lagi menggunakan mesin pencacah (Chopper) seperti yang selama ini digunakan untuk mengolah rumput gajah. Begitu pula saat dicerna hewan ruminansia, rumput odot gampang habis karena tak memiliki batang yang keras,” katanya.
Dari segi pemanenan, antara rumput odot dengan rumput gajah tak berbeda jauh, sekitar 40 hari, namun untuk pembibitan dilakukan dengan panen sekitar tiga bulan.
Dikatakan pula, penggunaan rumput odot sudah banyak dilakukan di Jawa Timur. Lain halnya di Jawa Barat, baru sekitar 3,5 tahun terakhir, tetapi hasil dan efisiensinya sudah terasa bagi usaha peternakan ruminansia.
Pengamat ternak, Mansyur dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) menyebutkan, pembudidayaan rumput odot potensial dilakukan di Jawa Barat karena memiliki curah hujan relative tinggi setiap tahunnya. Jika dibudidayakan pada daerah yang cocok, potensi produksi segar antara 120-250 ton/ha/tahun, karena memiliki anakan yang sangat banyak.
Ditambahkan, jika dibandingkan dengan pembudidayaan rumput gajah asal Taiwan, pada pemotongan awal maksimal 10 tunas, lain halnya rumput odot, pada saat panen awal, jumlah sekitar 26 tunas per rumpun. Pada panen selanjutnya mencapai 200 tunas. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sulawesi Utara.
“Rumput odot produksinya banyak karena banyaknya anakan yang dihasilkan. Berbeda dengan rumput gajah, lebih sedikit lebih karena besar dan beratnya batang,” ujarnya.
Dikatakan pula, daun yang banyak pada rumput odot menunjukan banyaknya kandungan protein. Hasil analisis yang dilakukan Fakultas Peternakan Unpad, tak kurang 11 persen dibandingkan dengan rumput lapangan yang hanya kisaran 6-8 persen.
Terkait social budaya masyarakat, menurut Mansyur, karena rumput odot ukurannya pendek, memudahkan peternak dalam memanen. Hampir sebagian peternak kita seringnya memanen hijauan berupa hijauan yang dibawa ‘Carangka’, Karung ataupun ‘Sundung’.
Pada sisi lain, katanya, peternakan di Jawa Barat kebanyakan peternakan domba. Rumput odot sangat disukai hewan ini. Lain halnya dengan rumput gajah, karena ukurannya lebih besar dianggap sulit diberikan kepada ternak domba.
Begitu pula dengan kondisi lahan peternak di Jawa Barat, yang rata-rata tak begitu luas. Rumput odot dapat ditumpangsarikan dan dapat tumbuh bersama tanaman lain, sehingga terjadi optimalisasi penggunaan lahan dan dapat meningkatkan per satuan luas lahan.
Dalam pembudidayaanya, harus diperhatikan pemeliharaan yang baik, terutama pemupukan, pembersihan gulma dan teknik pemanenan. Jika gagal melakukan pemeliharaan tersebut, jangan terlalu berharap semua potensi genetiknya muncul.
Jika jumlah bibit banyak: bibit dipotong 10-30 cm lalu dibenamkan di lahan yang sudah disiapkan.
2. Tanaman sela: karena posturnya yang pendek, bisa ditanam di antara tanaman hijauan atau tanaman perkebunan lain.
3. Ditanam di pematang sawah.
Untuk mempercepat pertumbuhan bisa diberikan pupuk urea secukupnya.
Rumput gajah odot merupakan tanaman dalam spesies yang sama dengan rumput gajah yang biasa kita temui. Perbedaannya terletak pada tingginya dan jarak ruasnya. Tanaman ini cukup pendek sehingga sering dinamakan pula dwarf napier (rumput gajah cebol). Jarak antar ruas hanya 1-4 cm, sedangkan pada jenis lain bisa 10-12 cm.
Faktor ketersediaan pakan hijauan menjadi salah satu penentu utama untuk mendongkrak populasi ternak Ruminansia. Di tengah melonjaknya harga daging, usaha beternak sapi, domba dan kambing, budi daya rumput odot diharapkan mampu menambah pasokan kebutuhan daging secara domestic.
Sejak beberapa tahun lalu, penyediaan pakan hijauan secara mandiri sudah dilakukan, baik di lahan sendiri maupun menumpang di lahan kehutanan negara dan perkebunan. Ini terutama setelah rumput gajah sudah cukup memasyarakat dan menjadi salah satu andalan utama pasokan pakan hijauan ternak.
Namun, sejak setahun terakhir ada terobosan baru dalam penyediaan sumber pakan hijauan bagi ternak ruminansia. Di kabupaten Garut, Bogor, Subang, Ciamis dan Cianjur mulai dikembangkan pakan hijauan ternak dari rumput odot. Jenis rumput ini dinilai lebih mampu di cerna dan efisien bagi berbagai hewan ruminansia.
Dari bentuk fisik, rumput Odot memiliki batang yang pendek dan lunak sehingga memudahkan penanganan, pemeliharaan dan pemanenan. Tinggi rumput ini sekitar 40-75 cm, sehingga tak terlalu tinggi dibandingkan dengan rumput gajah.
Rumput odot nama aslinya rumput mott atau dikenal juga rumput gajah kerdil atau gajah kate. Secara agronomis, rumput ini tergolong unggul. Rumput ini pada awalnya dikembangkan di Florida Amerika Serikat. Namun di masyarakat Sunda menyebutkanya rumput odot, nama yang diambil dari nama orang yang memasukan jenis rumput ini ke Indonesia.
Dari kelompok peternak, penggunaan rumput odot sudah digunakan oleh kelompok Barokah di Kab. Bogor sejak 3,5 tahun terakhir, untuk usaha peternakan sapi potong, domba dan kambing. Cara ini sudah diikuti pula oleh sejumlah kecil kelompok peternak lainnya, sehingga tidak lagi memerlukan rumput Gajah.
Ketua kelompok Barokah, Bangun Dioro mengatakan dengan penggunaan rumput odot, para peternak akan memperoleh banyak efisiensi. Apalagi dalam pembudidayaan rumput odot, para peternak akan memperoleh banyak efisienasi. Apalagi dalam pembudidayaan rumput odot, rumput ini mudah tumbuh meski dibawah naungan. Tanaman ini lebih tahan 40-50 persen hidup dibawah naungan pohon laindibandingkan dengan rumput gajah.
Efisiensi yang dimaksud Bangun adalah, dalam pemberian pakan hijauan dari rumput odot untuk sapi dan domba sama-sama mencapai 100 persen terdiri atas rumput odot, sedangkan sisanya dari makanan jenis lain.
“Kelebihan lainnya dalam penggunaan rumput odot untuk pakan, peternak tak perlu lagi menggunakan mesin pencacah (Chopper) seperti yang selama ini digunakan untuk mengolah rumput gajah. Begitu pula saat dicerna hewan ruminansia, rumput odot gampang habis karena tak memiliki batang yang keras,” katanya.
Dari segi pemanenan, antara rumput odot dengan rumput gajah tak berbeda jauh, sekitar 40 hari, namun untuk pembibitan dilakukan dengan panen sekitar tiga bulan.
Dikatakan pula, penggunaan rumput odot sudah banyak dilakukan di Jawa Timur. Lain halnya di Jawa Barat, baru sekitar 3,5 tahun terakhir, tetapi hasil dan efisiensinya sudah terasa bagi usaha peternakan ruminansia.
Pengamat ternak, Mansyur dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) menyebutkan, pembudidayaan rumput odot potensial dilakukan di Jawa Barat karena memiliki curah hujan relative tinggi setiap tahunnya. Jika dibudidayakan pada daerah yang cocok, potensi produksi segar antara 120-250 ton/ha/tahun, karena memiliki anakan yang sangat banyak.
Ditambahkan, jika dibandingkan dengan pembudidayaan rumput gajah asal Taiwan, pada pemotongan awal maksimal 10 tunas, lain halnya rumput odot, pada saat panen awal, jumlah sekitar 26 tunas per rumpun. Pada panen selanjutnya mencapai 200 tunas. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sulawesi Utara.
“Rumput odot produksinya banyak karena banyaknya anakan yang dihasilkan. Berbeda dengan rumput gajah, lebih sedikit lebih karena besar dan beratnya batang,” ujarnya.
Dikatakan pula, daun yang banyak pada rumput odot menunjukan banyaknya kandungan protein. Hasil analisis yang dilakukan Fakultas Peternakan Unpad, tak kurang 11 persen dibandingkan dengan rumput lapangan yang hanya kisaran 6-8 persen.
Terkait social budaya masyarakat, menurut Mansyur, karena rumput odot ukurannya pendek, memudahkan peternak dalam memanen. Hampir sebagian peternak kita seringnya memanen hijauan berupa hijauan yang dibawa ‘Carangka’, Karung ataupun ‘Sundung’.
Pada sisi lain, katanya, peternakan di Jawa Barat kebanyakan peternakan domba. Rumput odot sangat disukai hewan ini. Lain halnya dengan rumput gajah, karena ukurannya lebih besar dianggap sulit diberikan kepada ternak domba.
Begitu pula dengan kondisi lahan peternak di Jawa Barat, yang rata-rata tak begitu luas. Rumput odot dapat ditumpangsarikan dan dapat tumbuh bersama tanaman lain, sehingga terjadi optimalisasi penggunaan lahan dan dapat meningkatkan per satuan luas lahan.
Dalam pembudidayaanya, harus diperhatikan pemeliharaan yang baik, terutama pemupukan, pembersihan gulma dan teknik pemanenan. Jika gagal melakukan pemeliharaan tersebut, jangan terlalu berharap semua potensi genetiknya muncul.
Cahaya :
Rumput gajah Odot memerlukan sinar matahari penuh agar pertumbuhannya maksimal. Jikalau ditempatkan di tempat yang agak teduh pertumbuhannya agak terganggu sehingga jumlah anakan dan umur panennya bisa lebih lama.Penanaman dari stek:
Jika jumlah bibit sedikit: bibit dipotong menjadi 2-3 ruas lalu disemaikan dengan cara bibit diletakkan secara rebah lalu ditutup separuhnya, sebagian bibit harus masih nampak. Setelah keluar daun dan akar bibit bisa dipindah ke lapangan.Jika jumlah bibit banyak: bibit dipotong 10-30 cm lalu dibenamkan di lahan yang sudah disiapkan.
Pola tanam:
1. Monokultur: di lahan tersebut hanya ditanami rumput gajah odot saja. Jarak tanam yang dianjurkan: 50 x 100 cm.2. Tanaman sela: karena posturnya yang pendek, bisa ditanam di antara tanaman hijauan atau tanaman perkebunan lain.
3. Ditanam di pematang sawah.
Pemupukan:
Gunakan pupuk kandang minimal 3 ton/ha.Untuk mempercepat pertumbuhan bisa diberikan pupuk urea secukupnya.
Comments
Post a Comment